Tulisan Berjalan

SELAMAT DATANG DI BLOG KOMANDAN KUNCORO

Monday 24 January 2011

Meneropong Politik Indonesia 2011

Sebagian saldo politik 2011 merupakan carry over dari saldo politik 2010. O1eh karenanya, berbicara politik Indonesia tahun 2011 berarti harus pula membicarakan fakta-fakta politik Indonesia yang terjadi di tahun ini. Berbagai persoalan politik, ekonomi dan sosial nyatanya belum bisa diselesaikan secara tuntas. Bahkan hal-hal penting yang menyangkut penegakan supremasi hukum dan stabilitas politik dalam negeri di sepanjang tahun 2010 ini diwarnai oleh kejutan-kejutan politik. Dalam rangka meneropong situasi dan kondisi politik pada tahun 2011, maka kita perlu mereview dulu apa yang terjadi sepanjang 2010 agar bisa mempersiapkan dan melihat secara lebih komprehensif fenomena politik yang terjadi.

Kondisi perpolitikan Indonesia tahun 2010 menunjukkan banyak hal menarik. Namun tentu saja tak perlu mengemukakan semua isu menarik itu, selain terlalu panjang untuk dibahas dalam forum ini, juga ada peristiwa yang tidak dapat dijadikan sebagai indikator utama.


Seperti diketahui, tahun 2010 merupakan tahun pertama pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Kedua periode 2009-2014 atau merupakan episode lanjutan atas apa yang dikerjakan pemerintahan sebelumnya. Pemilu 2009 telah menghasilkan Pemerintah sekarang ini memperoleh mandat penuh dari rakyat untuk melanjutkan kebijakan-kebijakan pro rakyat yang sudah dilaksanakan pada Kabinet Indonesia Bersatu Pertama.
Karena presidennya dijabat oleh orang yang sama, maka karakter politik yang sama atau tak jauh berbeda dengan sebelumnya akan dijumpai. Obyek dan cara melakukan perubahan kurang lebih akan sama hanya beda-beda tipis saja. Sebagaimana diketahui, Pemerintah sekarang ini sejak awal telah bertekad untuk terus mempertahankan proses konsolidasi demokrasi dengan memperkuat proses pelembagaan lembaga demokrasi, memperluas ruang kebebasan sipil dan menunaikan hak-hak politik rakyat yang dijamin oleh UUD 1945.
Namun selalu ada saja hambatan dan tantangan dalam demokratisasi. Salah satu yang mucul mengemuka adalah pembajakan demokrasi oleh petualang-petualang politik yang korup dan gemar berkolusi yang masih saja terus terjadi sampai tahun ini. Akibaf serius yang ditimbulkan adalah produk-produk yang dibuat dan dihasilkan politisi (semisal undang-undang) merupakan muara riil dari transaksi politik yang kolutif sifatnya. Di tahun ini, fakta yang demikian justru mendominasi aktifitas perpolitikan. Sehingga aktifitas politik, gagal menghadirkan produk-produk politik berupa hukum atau kebijakan umum yang solutif bagi problem rakyat.
Oleh karenanya, jangan heran kalau di tahun ini, rakyat masih agak sinis terhadap apapun yang terkait dengan politik dan aktor-aktornya. Demonstrasi terjadi menuntut pertanggungjawaban wakil rakyat yang pergi melancong ke luar negeri dengan dalih studi banding. Protes keras muncul ditujukan kepada gubernur yang meninggalkan daerahnya yang tengah dilanda bencana alam. Respon keras muncul menyikapi wakil rakyat yang sibuk mengurusi kebutuhan dirinya akan pentingnya pembangunan gedung megah. Dan, unjuk rasa-unjuk atau kritik lain yang intinya mempertanyakan komitmen pemerintah, wakil rakyat, dan penylenggara negara terhadap terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Alhasil, mendengar orang membicarakan politik agaknya seperti mendengar orang membicarakan keburukan-keburukan perilaku manusia dalam usaha mencapai kekuasaan. Dimana kepekaan dan kepedulian mereka terhadap rakyat semakin hari semakin tak dapat dirasakan oleh rakyat. Tidak semua, tetapi ada kecenderungan semacam itu terjadi. Akibatnya, salah satu bentuknya mewujud pada tingkat partisipasi politik yang dimiliki publik menjadi rendah terutama untuk turut ambil bagian dalam proses-proses politik. Apatisme dan kecuekan massal terhadap perhelatan-perhelatan politik yang digelar melanda sebagaian besar masyarakat. Ini terlihat misalnya pada meningkatnya jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak memilih (golput) dalam pilkada di berbagai daerah. Semakin banyak yang golput, semakin rendah pula legitimasi keterpilihan seseorang dalam kontestasi politik meskipun sah secara demokrasi.
Sikap itu menajamkan opini publik mengenai kejelekan-kejelakan politik, salah satunya terkait dengan keberadaan parpol. Parpol, sejauh ini belum mampu melaksanakan fungsi artikulasi dan agregasi politik masyarakat secara kuat dan berkelanjutan. Di mata publik, parpol adalah kuda troya yang dikendarai untuk menuju atau mengarah kepada pencapaian kekuasaan semata. la sama sekali bukan lembaga representasi politik di alam demokratis. Lihat saja contohnya betapa parpol tak banyak berbuat dalam ikut mengatasi kemiskinan, memberantas korupsi, menyuarakan aspirasi korban bencana, dan lain sebagainya.
Sementara, pada aspek demokrasi lokal, pilkada langsung yang dinilai merupakan penanda stabilitas politik 2010 justru sering diwarnai oleh intrik-intrik politik, politik uang, dan kegaduhan berkepanjangan. Logika ideal pilkada langsung sontak berantakan lantaran banyak bagian dalam prosesnya di tahun ini masih dikendalikan atau setidaknya dipengaruhi oleh uang (money politics). Yang cukup mengejutkan, dari sisi rakyat, ada fakta memprihatinkan terkuak bahwa masyarakat pemilih semakin nyaman, permisif dan mentolerir politik uang di setiap gelaran pemilu atau pemilukada. Ini salah satu yang diungkap oleh hasil riset Lingkaran Survei Indonesia ("Pemilih Makin Nyaman dengan Politik Uang", Rakyat Merdeka, 24 November 2010). Ini akibat perangkap sistem politik yang oligarkis yang terus menggejala luas. Fenomena ini jelas tidak sehat bagi demokrasi kita, bahkan jika dibiarkan akan memperburuk dan mempercepat runtuhnya bangunan demokrasi yang sedang kita bangun.
Di samping fakta-fakta itu, dijumpai pula trend bahwa pengadilan menjadi tempat elegan untuk menyelesaikan sengketa atau konflik politik. Ini menunjukkan kabar baik kita sedang menuju posisi dimana demokrasi dan nomokrasi sedang diseimbangkan. Kesadaran para kontestan politik sangat tinggi untuk menyelesaikan berbagai konflik dan ketidakpuasan mereka melalui jalur hukum di pengadilan.
Sebagai contoh adalah MK, sebagai lembaga peradilan yang punya kewenangan menyelesaikan soal perselisihan hasil pemilu (termasuk pemilukada). Secara berkelakar, ada pendapat bahwa pasangan calon kepala/wakil kepala daerah merasa lebih terhormat apabila "kalah" di MK ketimbang kalah di daerah oleh ketetapan KPUD. Dengan bukti minim sekalipun, pasangan calon kepala daerah yang kalah dalam pemungutan suara nekat membawa perkaranya ke MK, tentu dengan harapan akan terjadi kejutan yang menguntungkan pihaknya, meskipun mereka sendiri sejak awal tak yakin akan berhasil. Akan tetapi, yang seperti ini menjadi penanda penting bagi demokrasi. Meskipun masih ada juga sebagian kecil politisi yang tak siap kalah di pengadilan. Akan tetapi ketidakpuasan itu hanya sebagian kecil yang kemudian diekspresikan dengan pembangkangan atau diluapkan dengan cara-cara yang tak seharusnya dan melanggar hukum.
Yang tidak kalah menarik adalah fakta terjalinnya hubungan antar lembaga negara yang sangat baik di tahun ini. Hubungan baik itu ditandai oleh semakin eratnya silaturahmi di antara pimpinan lembaga-lembaga negara. Atau kerjasama secara institusional, misalnya MK bekerja sama dengan Polri, MK bekerjasama dengan MPR, MK bekerjasama dengan KY, KY dengan MA, dan lain sebagainya. Ini menjadi modal kuat untuk menciptakan stabilitas dan mencegah mudah timbulnya kegaduhan politik. Ada kesadaran kolektif mengenai tantangan bersama yakni untuk menjaga dan meningkatkan pelembagaan checks and balances agar tetap dapat memperhatikan kepentingan rakyat, serta tidak mengganggu dan atau mencederai proses demokrasi

 

Meneropong Politik 2011

Tahun 2011 adalah episode lanjutan dari apa yang terjadi di tahun 2010 sehingga diprediksi situasinya masih tak jauh berbeda meskipun kejutan politik bisa muncul kapan saja. Dalam hal ini, politik belum akan beranjak dari situasi lama bahwa konfigurasinya lebih bersifat oligarkis, yaitu konfigurasi politik yang didominasi oleh kelompok elite yang mengerjakan politik melalui transaksi-transaksi yang saling memberi keuntungan politik di antara para elit sendiri. Sistem rekrutmen politik masih belum membuka pintu bagi masuknya politisi atau orang yang punya integritas, kompetensi dan kemampuan bagus, dan tak punya. uang. Padahal orang-orang seperti ini yang dapat diharapkan bisa memperbaiki wajah politik Indonesia ke depan.

 

Suhu politik Indonesia akan lumayan hangat. Kasus-kasus hukum yang belum tuntas semisal kasus Century, mafia pajak, travellers cheque pemilihan gubernur BI antara lain akan membawa pengaruh bagi konstelasi politik 2011. Istilah yang tepat dalam hal ini ialah politik yang tersandera kasus.


Bagi Pemerintah, hal ini ibarat buah simalakama. Jika tak dituntaskan, pemerintahannya harus siap menghadapi krisis kepercayaan. Sebaliknya, jika diusut, tidak menutup kemungkinan akan menyeret orang-orang penting di dalam lingkaran kekuasaannya. Padahal, jika dipahami, momen penuntasan kasus-kasus itu, termasuk seandainya sampai dapat menjatuhkan sejumlah pejabat pemerintahan baik di pusat maupun daerah karena terbukti terlibat, sebenarnya penanda bagi kesuksesan reformasi politik dan hukum. Jatuhnya orang-orang atau pejabat yang tidak amanah, tidak pro keadilan dan pro rakyat adalah salah satu kesuksesan bangsa ini memperkokoh demokrasi menuju tercapainya tujuan negara.
Ide-ide peningkatan kualitas demokrasi akan terus bermunculan mempengaruhi pengambilan kebijakan politik dan hukum di tingkat nasional. Ini akan tampak misalnya pada belum berhentinya eksperimen politik untuk menemukan format pemilu (termasuk pilkada) yang lebih baik, terutama melalui pembuatan atau revisi peraturan perundangundangan bidang politik. Aspirasi yang muncul misalnya wacana pemilukada tidak langsung terhadap gubernur, penyelesaian sengketa pemilukada tak lagi di MK, memperbaiki hubungan KPU dengan Bawaslu, dan lain sebagainya.
Di lain pihak, perang terhadap politik uang merupakan agenda yang akan terus mengemuka tahun depan. Namun, disadari sejak awal perang ini akan tidak mudah dimenangkan mengingat politik uang sudah menggurita bahkan dikhawatirkan akan mentok di tataran normatif dan himbauan semata. Politik uang masih akan mewarnai politik Indonesia ke depan. Uang akan selalu mengikuti politik dalam berbagai cara padahal jelas-jelas money politics mengecilkan arti demokrasi dan dalam lingkup yang luas dan jangka panjang akan mengorbankan kepentingan publik dan nasional. Secara tegas harus dikatakan, demokrasi substansial sebagaimana yang diamanatkan konstitusi, tak bisa dibangun di atas perilaku pragmatis dan materialisme.
Agenda penting di tahun 2011 adalah membangun dan memperkokoh penegakan hukum responsif dengan mendorong perubahan agar tampil konfigurasi politik yang demokratis. Ini bukan proses mudah sebab akan bergantung juga pada sikap elite-elite politik. Konfigurasi politik belum bisa demokratis sampai tahun ini dan secara umum hal itu membuat kinerja hukum juga belum responsif. Hukum, kebijakan dan keputusan-keputusan penting dalam coal kenegaraan masih dikerjakan oleh elite-elite politik yang kolutif dan koruptif. Namun itu bukan tanpa perlawanan. Kondisi sejauh ini menunjukkan bahwa tuntutan rakyat yang disuarakan melalui berbagai jalur menekankan adanya penegakan keadilan yang akan mempengaruhi setiap langkah para penegak hukum. Ini membuat penegak hukum lebih berhati-hati melangkah, dan menuntut komitemn serta tanggungjawab besar untuk mempersembahkan keadilan bagi rakyat.
Mendekati Asumsi
    Dalam kajian akademik-teoritis, ada 3 asumsi yang dapat digunakan dalam membicarakan kelindan politik dan hukum. Ketiganya antara lain:
  • Hukum determinan terhadap politik. Kegiatan politik diatur dan harus tunduk pada aturan-aturan hukum.
  • Politik determinan terhadap hukum. Karma hukum merupakan kristalisasi dari kehendak politik yang saling berinteraksi bahkan saling berkompetisi.
  • Politik dan hukum pada posisi seimbang derajat determinasinya. Meskipun hukum merupakan produk keputusan politik tetapi begitu hukum itu ada maka semua aktifitas politik harus tunduk pada aturan-aturan hukum.
Berdasarkan asumsi tersebut, dan uraian-uraian poin sebelumnya, maka pada tahun 2011, politik di Indonesia sudah mengarah pada asumsi bahwa politik dan hukum pada posisi seimbang derajat determinasinya. Hukum dibuat untuk menjadi acuan aktifitas penyelenggaraan negara. Akan tetapi hukum masih dibuat oleh konfigurasi politik yang oligarkis sehingga seringkali hukum dibuat prosedur yang demokrais tetapi secara substansi tak adil karna dibuat berdasarkan menang-menangan jumlah anggota di parlemen. Hasilnya, hukum dipatuhi meskipun seiring dengan itu hukum yang tak adil bisa ditentang orang melalui prosedur yang sah misalnya melalui judicial review, baik di MA maupun di MK. Dan, apapun putusan pengadilan menjadi hukum yang sah dan harus dipatuhi, tanpa catatan dan tanpa kecuali. Oleh: Moh. Mahfud MD. Penulis adalah Ketua Mahkamah Konstitusi yang disampaikan Seminar "Outlook Politik dan Ekonomi Indonesia 2011" yang diselenggarakan oleh Media Indonesia dan Metro TV di Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis, 2 Desember 2010.

Sumber : TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

No comments:

Post a Comment